Tsunami Defisiensi Vitamin D di Indonesia – dr. Faiq (Healthy Marriage and Parenting Consultant)
Indonesia berada di wilayah iklim tropis yang mendapat Sinar Matahari sepanjang tahun. Membuat penduduk Indonesia diyakini mudah mendapatkan vitamin D optimal setiap saat. Menurut Vitamin D Council USA defisiensi terjadi bila kadar vitamin D darah <40 ng/ml. Berdasarkan penelitian dr. Henry Suhendra tahun 1992 rata-rata kadar Vitamin D darah penduduk Surabaya adalah 18ng/ml. Sedangkan tahun 2020 WHO menyatakan rata-rata kadar Vitamin D penduduk Indonesia adalah 17,2ng/ml. Nilai terendah di Asean. Semakin turun dibandingkan 28 tahun sebelumnya.
Hal ini sangat mungkin dipicu oleh pergeseran kebiasaan masyarakat Indonesia. Dari yang beraktivitas di luar ruangan menjadi lebih dominan berkegiatan di dalam ruangan. Contohnya pekerja kantoran yang seharian di dalam gedung tanpa terpapar Sinar Matahari.
Ada tiga sumber Vitamin D yakni Sinar Matahari, Makanan, dan Suplementasi. Secara alamiah kulit memproduksi Vitamin D dengan bantuan Sinar Matahari. Idealnya berjemur optimal bila tubuh terekspos Sinar Matahari seluas 85%. Durasi yang diperlukan selama 15-30 menit dan tentu tidak menggunakan sunblock. Waktu terbaik adalah saat UVB paling tinggi yakni jam 10 pagi hingga 2 siang. Patokan mudahnya saat adzan duhur bisa kita gunakan berjalan menuju masjid untuk shalat berjamaah. Di sisi lain, bila terjadi sunburn pada kulit maka produksi Vitamin D akan berhenti. Sumber kedua adalah makanan kaya Vitamin D. Seperti Susu, Telur, Ikan Tuna dan Salmon. Namun, makanan hanya dapat menyumbang 15-20% kebutuhan harian Vitamin D tubuh kita. Selain itu, ada faktor variasi gen pada tubuh manusia. Dimana 6 dari 7 orang di Indonesia tidak dapat memproduksi Vitamin D secara optimal. Sehingga solusi yang dapat diharapkan menaikkan kadar Vitamin D darah optimal adalah dengan suplementasi.
Mengapa kita perlu memperhatikan Vitamin D? Ada segudang manfaat Vitamin D optimal yang bisa kita dapatkan. Dalam buku dr Judson Somerville USA yang berjudul “The Optimal Dose of Vitamin D3”. Disebutkan dengan kadar Vitamin D optimal ada banyak penyakit yang bisa diatasi. Seperti alergi, infertilitas, demensia, asma, diabetes, autis, TBC, autoimun, multiple sklerosis, bahkan kanker. Begitu mengagumkannya peran Vitamin D ini seolah pantas menyebutnya sebagai “pemimpin” para Vitamin. Perisai kuat imunitas tubuh kita. All You Can Heal.
Lalu bagaimana masyarakat awam dapat mengetahui gejala defisiensi Vitamin D? Reseptor Vitamin D ada di seluruh sel tubuh manusia. Sehingga gejalanya tidak spesifik dari ujung rambut hingga ujung kuku. Seperti pegal linu, kelemahan otot, mudah sakit, sulit tidur, mudah lelah dan gangguan mood. Bisa juga bergejala rambut rontok, bibir kering pecah-pecah bahkan sampai disfungsi ereksi. Hal yang paling tepat untuk dilakukan adalah cek kadar Vitamin D darah di laboratorium. Bila hasil sudah keluar akan selaras bila berkonsultasi dengan dokter. Cari yang dapat membersamai dan mengawasi suplementasi beserta potensi efek samping yang bisa terjadi. Bila rata-rata kadar Vitamin D darah optimal masyarakat tercapai diharapkan dapat menyumbang dampak besar. Seperti peningkatan signifikan derajat kualitas kesehatan masyarakat di Indonesia.
Di sisi lain, booming-nya peran positif Vitamin D sejak Pandemi Covid19 menimbulkan fenomena baru. Yakni terjadinya peningkatan penggunaan suplementasi Vitamin D asal tanpa pengawasan terukur dari tenaga kesehatan. Hal ini tentu berdampak negatif terhadap manfaat besar suplementasi Vitamin D optimal. Tidak lain karena target hasil klinis yang diharapkan tidak tercapai dengan maksimal. Selain itu, kurangnya pemahaman suplementasi Vitamin D optimal sebagian tenaga kesehatan menjadi tantangan tersendiri. Membuat pemerintah perlu memberi perhatian akan pentingnya sinergi edukasi kesehatan menuju Indonesia Emas 2045.
Opini Persiapan Hari Kesehatan Nasional 12 November 2024